I'tikaf Pada 10 Terakhir Bulan Ramadhan
Dari segi bahasa i'tikaf ialah berdiam diri, dan itu dapat dilakukan dimana saja. Kemudian oleh Islam secara khusus hal itu diartkan berdiam diri di mesjid untuk beribadah kepada Allah mencari keridhaan Allah SWT.(www.geocities.com)
Dasar hukum iktikaf adalah Alquran dan hadis. Dalam Alquran dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 125 yang artinya: ''...Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang i'tikaf, yang rukuk dan yang sujud.'' Dan ayat 187 yang artinya: ''...kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu beri'tikaf dalam masjid...''
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khattab, Anas bin Malik, dan Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq dijelaskan sesungguhnya Nabi Muhammad SAW melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sejak Nabi Muhammad SAW datang di Madinah sampai Nabi SAW wafat. Berdasarkan dalil-dalil tersebut, para ulama antara lain dari Mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i dan Hanbali sepakat tentang adanya iktikaf.(www.republika.co.id)
Dalam kitab sahih muslim, Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Bahwa Nabi saw. selalu iktikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadan.
Iktikaf bertujuan membersihkan hati pada waktu-waktu tertentu karena Allah SWT, melepaskan diri dari kesibukan keduniaan dengan menyerahkan diri kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengharap rahmat-Nya.
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Adalah Rasulullah saw. jika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau menghidupkan malam (untuk beribadah), membangunkan istri-istrinya, bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dan menjauhi istri.(http://hadith.al-islam.com)
Umat islam di ponorogo juga banyak yang pada 10 malam terakhir di bulan ramadhan juga berbondong-bondong tengah malam mengunjungi masjid-masjid. Kebanyakan mereka adalah pergi ke desa Tegalsari Kecamatan Jetis, untuk mencari ketentraman lahir dan batin, karena di sana ada masjid yang merupakan peninggalan Kyai Ageng Hasan Besari, seorang ulama besar yang hidup sekitar tahun 1742, pada jaman pemerintahan Suna Pakubuwono II.
Seja o primeiro a comentar
Post a Comment